Courses

Build valuable skills and deepen your understanding with a range of topics tailored to your learning needs

Coachings

Engage one-on-one with our experts. Tailored guidance to help you achieve personal and professional growth.

Books

Explore a curated selection of insightful books. Enhance your knowledge and stay informed on the latest industry trends.

Bootcamps

Intensive, hands-on training designed to fast-track your skills. Get ready to tackle real-world challenges with confidence.

Webinar Academy 206th

Kumpul Kebo: Fenomena Sosial dan Kesehatan Reproduksi

Created by  Mounev Academy

In Collaboration with Masih Ada Hari Esok

Last updated Jan, 17 2025

about course

Fenomena kumpul kebo atau hidup bersama tanpa ada ikatan pernikahan kian banyak dilakukan pasangan muda-mudi di Indonesia. The Conversation menyebut, hal ini disebabkan adanya pergeseran pandangan terkait relasi dan pernikahan.

Saat ini, tidak sedikit anak muda yang memandang pernikahan adalah hal normatif dengan aturan yang rumit. Sebagai gantinya, mereka memandang 'kumpul kebo' sebagai hubungan yang lebih murni dan bentuk nyata dari cinta.

Di wilayah Asia yang menjunjung tinggi budaya, tradisi, serta agama, 'kumpul kebo' masih menjadi hal tabu. Kalaupun terjadi, 'kumpul kebo' biasanya hanya berlangsung dalam waktu yang singkat dan dinilai sebagai langkah awal menuju pernikahan.

Di Indonesia, studi pada 2021 berjudul The Untold Story of Cohabitation mengungkapkan bahwa 'kumpul kebo' lebih banyak terjadi di wilayah bagian Timur yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Menurut peneliti ahli muda dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yulinda Nurul Aini, setidaknya ada tiga alasan mengapa pasangan di Manado yang merupakan lokasi penelitiannya memilih untuk 'kumpul kebo' bersama pasangan.

Alasan itu antara lain terkait beban finansial, prosedur perceraian yang terlalu rumit, hingga penerimaan sosial.

"Hasil analisis saya terhadap data dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21) milik Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 0,6 persen penduduk kota Manado, Sulawesi Utara, melakukan kohabitasi," ungkap Yulinda, dikutip Minggu (5/1/2025).

"Dari total populasi pasangan kohabitasi tersebut, 1,9% di antaranya sedang hamil saat survei dilakukan, 24,3% berusia kurang dari 30 tahun, 83,7% berpendidikan SMA atau lebih rendah, 11,6% tidak bekerja, dan 53,5% lainnya bekerja secara informal," lanjutnya.

Yulinda menyebut, pihak yang paling berdampak secara negatif akibat 'kumpul kebo' adalah perempuan dan anak. Dalam konteks ekonomi, tidak ada jaminan keamanan finansial bagi anak dan ibu, seperti yang diatur dalam hukum terkait perceraian. Dalam kohabitasi, ayah tidak memiliki kewajiban hukum untuk memberi dukungan finansial berupa nafkah.

"Ketika pasangan kohabitasi berpisah, tidak ada kerangka regulasi yang mengatur pembagian aset dan finansial, alimentasi, hak waris, penentuan hak asuh anak, dan masalah-masalah lainnya," terang Yulinda.

Sementara itu dari segi kesehatan, 'kumpul kebo' dapat menurunkan kepuasan hidup dan masalah kesehatan mental. Sejumlah penyebab dampak negatif akibat kohabitasi adalah minimnya komitmen dan kepercayaan dengan pasangan dan ketidakpastian tentang masa depan.

course contents

course features

Duration

...

Lectures

...

Downloadable resources

...

Quizzes

...

Full life time access

Certificate of completion

you may like

Go to Cart