Quiet quitting adalah istilah yang menggambarkan fenomena ketika seseorang tetap menjalankan pekerjaannya sesuai job description, namun tidak melakukan lebih dari yang diminta, serta menarik batas yang tegas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Quiet quitting bukan berarti berhenti bekerja, melainkan berhenti “melebih-lebihkan”—tidak lembur tanpa kompensasi, tidak menerima beban kerja berlebihan, dan tidak merasa harus selalu tampil 110%.
Berikut penjelasan dari sudut pandang psikologi:
- Mekanisme Coping terhadap Burnout
Quiet quitting sering muncul sebagai cara individu melindungi diri dari kelelahan mental (burnout). Terlalu banyak tekanan, tuntutan kerja tidak realistis, atau budaya kerja yang toxic bisa membuat seseorang memilih untuk menarik diri secara emosional dari pekerjaannya sambil tetap menjalankan tanggung jawab minimum.
- Penetapan Batas (Boundaries)
Quiet quitting juga merupakan bentuk assertiveness: kemampuan untuk mengatakan “cukup” tanpa merasa bersalah. Dalam psikologi, ini disebut healthy boundary-setting, penting untuk menjaga kesejahteraan mental dan identitas diri.
- Motivasi Intrinsik vs Ekstrinsik
Dalam teori motivasi, quiet quitting mencerminkan hilangnya motivasi intrinsik (kepuasan batin dari bekerja). Individu akhirnya bekerja hanya demi gaji (motivasi ekstrinsik), tanpa keterlibatan emosional atau rasa memiliki.
- Reaksi terhadap Kepemimpinan yang Buruk
Quiet quitting sering kali adalah respons terhadap:
- Manajer yang tidak suportif
- Kurangnya penghargaan atau pengakuan
- Lingkungan kerja yang tidak adil
- Hal ini sejalan dengan konsep “employee disengagement” dalam organizational psychology.